Skip to main content

Penyortiran, Preservasi dan Identifikasi Keong Darat dari Beberapa Kawasan Kars Pulau Madura dan Pulau Jawa di Museum Zoologicum Bogoriense

 

Abstrak

Keong darat merupakan salah satu kelompok gastropoda. Keong darat memegang peran penting di ekosistem, di antaranya sebagai detritus dan indikator lingkungan. Karenanya, penting mempelajari lebih jauh mengenai keong darat. Dalam Kerja Praktik Lapangan yang dilaksanakan, kami mempelajari dan melakukan pemrosesan sampel tanah yang didapatkan dari lapangan hingga keong darat teridentifikasi. Hal ini dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu, penyortiran, preservasi dan identifikasi. Penyortiran dilakukan dengan metode dry dan/atau wet. Presevasi dilakukan dengan membersihkan cangkang keong darat dengan air dan sikat gigi/kuas untuk keong berukuran besar/sedang/kecil, dan menggunakan Ultra Sonic Cleaner/kuas kecil untuk keong darat kecil. Identifikasi dilakukan dengan mengamati karateristik dan melakukan pengukuran pada keong darat dengan mengacu pada buku keong dari Taman Nasional Gunung Halimun (Heryanto dkk., 2003) dan buku lapangan Land Snails of Java (Heryanto, 2011). Spesimen, kemudian diidentifikasi mengacu pada van Benthem Jutting (1948, 1950, 1952), juga Vermeulen dan Whitten (1998), serta melihat koleksi yang terdapat di Ruang Koleksi Kering Mollusca sebagai pembanding sampel yang diidentifikasi. Dari hasil pengamatan, teridentifikasi beberapa genera dan spesies keong darat di antaranya: Landouria, Elaphroconcha javacencis, Achatina fulica, Lagochilus, Cyclophorus perdix perdix, Diplommatina hortulana, dan Opisthostoma javanicum.

Kata kunci : keong darat, penyortiran, preservasi dan identifikasi

Sari, F. J. P. 2014. Laporan Praktik Kerja Lapangan: Penyortiran, Preservasi dan Identifikasi Keong Darat dari Beberapa Kawasan Kars Pulau Madura dan Pulau Jawa di Museum Zoologicum Bogoriense. 

Comments

Popular posts from this blog

Thrips (Gynaikothrips uzeli), Weeping Fig (Ficus benjamina) Pest, Hama Beringin

This is thrips, one of Weeping Fig ( Ficus Benjamina )   pest. It causes damage to the leaves. The leaves roll and curl, the outer part of the leaf (lower epidermis) shows black and yellow spots. Most of these insects live with their translucent white larvae and eggs on the inside of the leaves. But, some are laying eggs on the outside of the leaves (as in the picture). Ini adalah thrips, salah satu hama pada beringin ( Ficus Benjamina ) . Hama ini menyebabkan kerusakan pada daun. Daun menggulung dan keriting, bagian luar daun (epidermis bawah) terlihat bercak-bercak hitam dan menguning. Kebanyakan serangga ini tinggal bersama larva dan telurnya yang berwarna putih transulen pada bagian dalam daun. Tapi, ada pula yang bertelur pada bagian luar daun (seperti pada gambar).  The causing the leaves to curl inward or fold into the pocket are th e adults feed on the upper surface of young expanding leaves (Mannion et al, 2006). It will create a safe environment for adults t

Golden Tortoise Beetle, Kepik Emas, Bolokotono (Aspidomorpha sanctaecrucis), in Sumedang, West Java, Indonesia

Aspidomorpha sanctaecrucis This is  Aspidomorpha sanctaecrucis , commonly known as Golden Tortoise Beetle.  It's similar in Bahasa, mostly Indonesia people called it as Kepik emas or Kumbang Kura-kura Emas (kepik/kumbang=beetle; Kura-kura; tortoise; emas=golden). Maybe because of they're golden and shine colour, just like a golden and also the dorsal (upper side) form looks like tortoise shell (carapace). But, the local name (Sumedang; Sundanese) is totally different, that is Bolokotono. Even me as Sundanese, I don't know, why it's called Bolokotono? If you search Bolokoto in your search engine, it refers to a song, the title is Bolokotono, but the song isn't about the beetle, it is about someone.  Ini adalah  Aspidimorpha sanctaecrucis , secara umum dikenal sebagai Golden Tortoise Bettle. Namanya sama dalam Bahasa, kebanyakan orang-orang menyebutnya sebagai Kepik emas atau  Kumbang Kura-kura Emas. Mungkin karena warnanya emas dan bersinar, seperti hal

Water Clover, Semanggi, Semanggen (Marsilea minuta L.)

This is Water Clover ( Marsilea minuta L.). The local people (Sumedang, West Java; Sundanese) called it "Samanggen", but mostly Indonesian called it "Semanggi". At a glance, it looks like "Creeping Woodsorrel" ( Oxalis corniculata ), even their local names are also the same i.e semanggi. But, both are totally different. Water Clover ( Marsilea minuta L.) is an aquatic fern (Pteridophyta). Conversely, Creeping Woodsorrel ( Oxalis corniculata ) is a terrestrial seed plant (Spermatophyta). Additionally, Water Clover ( Marsilea minuta  L.) is also bigger than Creeping Woodsorrel ( Oxalis corniculata )  Ini adalah Semanggi Air ( Marsilea minuta  L.). Penduduk sekitar (Sumedang, Jawa Barat; Sunda) menyebutnya Semangen, tapi sebagian besar orang Indonesia menyebutnya "Semanggi". Sekilas, tumbuhan ini mirip dengan Semanggi/Daun Asam Kecil ( Oxalis corniculata ), bahkan nama lokanyapun sama Semanggi. Tapi, sebenarnya keduanya sangat berbeda. S
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...